Big Data Analytics — Sudah jadi Standar Baru di Indonesia?
Saya akan memulai blog ini dengan sedikit cerita. Mungkin sudah terlalu terlambat untuk memulai, namun tidak ada salahnya untuk memulai sekarang. Kenapa terlambat? Karena terminologi Big Data sudah mulai stagnan popularitasnya. Mungkin kalau di Gartner Hype Cycle Big Data sudah mencapai masa-masa Trough of Dissilusionment.
Dari Pencarian Google Trend di atas terlihat bahwa puncak popularitas Big Data ada pada medio 2015–2016. Namun, di Indonesia sendiri sampai dengan tahun 2019 di beberapa perusahaan baru masuk ke dalam fase piloting.
Retrospective
Pengalaman saya selama dua tahun terakhir, keluar masuk lebih dari sepuluh perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, asuransi, institusi keuangan, otomotif, konsultan survey, tambang, sampai dengan institusi seperti kementerian dan lembaga pemerintahan. Dari kesemuanya belum ada satupun yang benar-benar menggunakan platform Big Data sebagai alat pengambil keputusan utama dalam menentukan arah bisnis dan kebijakan. Cukup disayangkan mengingat institusi-institusi tersebut sudah mempunyai sumber daya dan proses berbasis teknologi informasi yang sudah berjalan minimal lima tahun terakhir.
Meskipun beberapa di antaranya sudah mempunyai platform Big Data, namun kebanyakan baru akan melakukan implementasi, dan induksi kepada tim internal mereka. Jangankan kebijakan atau governance terkait data, tim yang sudah siap ditunjuk secara ad-hoc untuk menjalankan proses siklus pengolahan data pun belum siap. Umumnya, institusi-institusi tersebut baru masuk ke dalam tahapan pembicaraan seputar topik “bisa apa ya dengan big data”, ataupun “sebaiknya jenis data seperti apa yang bisa digali?”.
Kalaupun ada beberapa institusi yang terbilang sudah siap, mereka pun masih dalam tahapan implementasi platform. Mungkin sample yang saya jadikan ilustrasi di sini masih terlalu sedikit untuk dijadikan bahan hipotesa bahwa Big Data di Indonesia masih jauh dari kata “standar”. Selain itu, institusi-institusi yang saya jadikan ilustrasi di atas adalah mereka yang boleh dibilang model dan proses bisnisnya masih konvensional. Di sisi lain, institusi-institusi yang bisa dibilang model bisnisnya sudah “4.0” seperti perusahaan-perushaan start-up di beberapa kesempatan sudah berani unjuk diri, memamerkan bahwa mereka sudah selangkah lebih maju untuk mengutilisasi data.
Adakah Standar di Luar Sana?
Hal lain yang mengusik saya adalah, saat ini tidak ada yang bisa dijadikan standar macam maturity level di CMMI (CMIIW). Sebuah perusahaan sah-sah saja mengklaim bahwa dirinya sudah melakukan implementasi Big Data, meskipun output yang dihasilkan dari platform yang dimiliki baru sekadar dashboard — yang mana dengan teknologi datawarehouse berusia 20 tahun pun juga bisa dihasilkan. Dan di sisi yang lain kita menganggap perusahaan yang menggunakan platform social media analytics dari sebuah AI company, belum mengimplementasi big data, hanya karena platform yang digunakan tidak berbasis Hadoop ;).
Beberapa perusahaan konsultan besar juga mengklaim mempunyai framework tersendiri, namun apakah sudah menjadi standar seperti COBIT, CMMI untuk Software Engineering ataupun ITSM untuk IT Governance?Sebenarnya di dalam Data Governance sendiri sudah terdapat Data Management Framework atau DAMA, namun munculnya framework-framework custom oleh perusahaan-perusahaan konsultan besar, memunculkan keraguan (setidaknya saya), terhadap efektivitas implementasi DAMA. Mengapa DAMA tidak dipakai sebagai sumber rujukan tunggal seperti COBIT, CMMI, dan ITSM?
Eventually…
Sampai di sini kita bisa melihat definisi yang pas untuk Big Data Analytics masih seperti medan di hutan belantara. Belum mature-nya implementasi Big Data di Indonesia — setidaknya menurut pengalaman saya pribadi, tidak semata-mata diakibatkan ketidakmampuan sebuah institusi, namun memang disebabkan belum adanya standar baku yang mencerahkan dan bisa digunakan oleh istitusi di seluruh dunia. Jadi apa yang harus dilakukan?
Well, Big Data Analytics hanyalah sebuah alat bantu. Hadoop, Spark, Flink, Machine Learning, Deep Learning, Distributed Storage, In Memory Processing hanyalah sebuah pilihan, dan siklus hidupnya terbilang sangat cepat. Teknologi dan metode tadi hanyalah pilihan, dan tidak menentukan sudah / belum nya sebuah perusahaan mengimplementasi Big Data. Pada akhirnya kesuksesan sebuah perusahaan lebih ditentukan dari mindset, komitmen, awareness tentang penggunaan data sebagai penentu arah proses dan bisnis sebuah institusi.